Kekasih Sejati, Abadilah!

>> 14 November 2009

Tersenyumlah saat kau harus melepasku
Dalam lapang, tanpa dendam
Tak ingin ia menatap curiga
Pada kita

Telah lancang kurampas
Sepertiga malam
Hanya untuk berbagi rindu
Denganmu

Kuatkanlah, saat kau tak lagi menemani
Jangan anggap ini pengkhianatan
Aku tak mau ia cemburu
Karena terlalu dalam aku memujamu

Andai kau meminta satu penantian,
‘kan kuwujudkan itu untukmu

tapi, cinta ini hanya anak sungai
yang akhirnya bermuara
pada samudera mahaluas
pada cinta abadi yang kita cari

aku percaya ia menungguku, kembali
pada cahaya yang tak pernah redup

jika kelak ia mengikat hati kita
dengan kerelaan-Nya
sepantasnya kubahagiakan dirimu
dengan segala yang kupunya

Read more...

Perjalanan Suci

>> 13 November 2009

Dahulu kau tergelincir ke lembah kehancuran
terselubung kabut yang semakin pekat
Dengan tersengal, aku memekik di kejauhan
“Maaf, aku terlalu rapuh untuk merengkuhmu,
terlalu redup tuk sinari hidupmu!”

Nyaris tak percaya, seberkas keajaiban menuntunmu
Dengan langkah pasti kau temukan
jalan terang

Malam tadi, kau terdampar
dalam kalut tak berteman
terbesit rasa ingin menghampiri
memberimu satu kecupan dan ucapkan
‘Selamat malam’

Sayang, langkahku tercekal di sini
hingga kupasrahkan jiwamu
pada sang Penyelamat
Dia yang paling layak memberi kehangatan


Pagi ini, Dia mengundangmu ke istana langit
Memenuhi janji-Nya atas surga
yang teramat mewah
Langit biru semakin biru
Senyum hangat tersungging di wajah fajar yang merona
Semesta telah bersolek hanya untuk menyambutmu

Mengucur deras segala ketakjuban
Kubayangkan kasih sayang-Nya terbentang megah
Yakin bahwa segalanya telah menjadi kekasihmu
Karena kau cintai Dia lebih dari
apapun yang tercipta
atas cinta-Nya

Read more...

Bulan Perak

>> 10 November 2009

Ketika tak seorang pun menghalangi
Aku memekik satu ikrar
dalam malam
bulan perak
lalu tewas seketika
segala kebodohan masa silam

Suatu hari kumiliki keyakinan
lagi, kumanjakan dirimu
dalam rengkuhan
bulan perak
Hingga terkoyak
segala sepi yang meradang

Read more...

Septemberku

>> 30 Oktober 2009

Tak mau kutangisi hari-hariku
     meski berlalu gontai
           Tanpamu, tekadku kehilangan sanggaan

Sepertinya, aku kecewa pada derap waktu
     menendangku dari malam bertabur mimpi
Aku ingin menggugat malam
     menghempasku dari mimpi penuh warna
Namun, aku pun merutuk pada mimpi
     karena menipu dengan warna hampa

Semua warna memudar, risauku menggumpal
     Sukmaku terjaga, tetapi raga terbuai
          September kan kujelang, kuharap denganmu

Read more...

Sampai Akhir Hidupku

>> 20 Oktober 2009

Lalu menjadi nyata
menuntunku ke lembah kasih
wangi abadi
Tinggalkan aku saat kau harus pergi
dan kembalilah saat kau ingin kembali

Tuhanku, dia ada di tempat-Mu
aku pun tak kuasa mencemburui
Tak terganti oleh apapun
tapi, Kau sejukkan aku dengan kasih saying
dan cinta-Mu selalu menjaganya

Lalu menjadi nyata
Izinkan aku hidup lebih lama
menuntunku untuk tak menyakiti dia
dan tak meluruhkan segala mimpinya

Tuhanku, aku pun ada di tempat-Mu
menghela nafas untuk kesejatian
mencari cinta yang telah Kau pilihkan
untuk dapat melengkapi yang harus dilengkapi
dan mencinta yang telah kucinta
sampai akhir hidupku

Read more...

Lentera Khayal

>> 19 Oktober 2009

Tuhan membukakan pintu ke dunia baru
kutebus dengan satu janji
Akan kututup mata hati dari mawar muram
yang menawarkan harum cinta
yang membius gairahku mengejar cinta

Suatu ketika seorang lelaki bertanya,
”Sampai kapan kau bertahan?”
Aku bergeming
Tak lagi inginkan satu pelarian
takut kembali pada-Nya dengan kepincangan
malu bersimpuh di hadapan-Nya
dengan jubah tercabik
Harus berdalih apa jika Dia menuntut
”Di mana jubah suci yang kutitipkan padamu?”

Kekasihku bukan sebenarnya terkasih
hanya lentera segala khayalku
Sampai nanti kudengar ikrar suci
khayalkan bahwa cinta itu tak mati
kanya sedang mengubur hasratnya
Khayalkan bahwa kepercayaan pun tak sirna
ketapi ingin mengunci diri
Khayalkan bahwa penantianku terpaut setia
dalam rumah tua di pinggir kota

Sampai nanti kaurangkai
kenangan manis yang tercecer
Biarkan kerapuhan hati menjadi
penggalan cerita yang kucaci maki

Read more...

Tentang Tanah Leluhur Sampai Catatan Untuk Istri

>> 18 Oktober 2009

Ada sekelumit kisah yang kauutarakan
di kala matahari menyembul malu-malu
lantas mengelus-elus pelataran Sambisari

Kaudongengkan padaku tentang tanah leluhurmu
Jauh di kaki Gunung Lawu
Jalannya menanjak, berbatu, dan berliku
Seperti perawan menggemaskan
Belum disunting kebinalan zaman
Hanya boleh diintip dari balik tirai gelap
Mengundang tanda tanya
Dengan jemarinya yang halus, terus menarikmu
”Pulanglah ke peraduanmu...”
Di sana cupid pertama kali memanah
Tepat menancap di hatimu

Kauceritakan tentang akhir tragis
skenario asmara
Lakonnya, kamu dan peri tidurmu
Yah, dia yang sekarang terlelap atau
enyah di suatu rentang waktu
Belasan suratmu cukup jadi saksi bisu
Tak satu pun mampu mengurai jawaban
’Masihkah kamu milikku’

’Jika tahu bulir-bulirnya meretaskan
penyesalan,
sejak lama kutumbang penantian
yang megakar,” kilahmu

Dan kamu mencemaskan aku
Kaucubit pipiku, memastikan bahwa aku
Hanya aku dan tetaplah diriku
Aku bukan jelmaan iblis betina
yang mengusung angan pria kasmaran
sembari menjilat pikiran
dengan perspektif pengabdian perempuan
setelah disanding di pelaminan
Namun, diam-diam menikam
sesaat kamu lena

Kau kisahkan pula tentang calon pengantinmu
Ada saat-saat menakar, mengayak, dan
menimbang
Bibit, sebaik apa keluarganya
Bebet, seberapa memikat rupanya
Bobot, sebanyak apa hartanya

Aku yang terlahir dari ketiadaan
Telah lancang ikut berarak-arak
Bersama hasrat dan harapanmu
Hanya untuk menerka-nerka
Berapa poin plus minus kauberi

Terlalu lelah menebak, kuputuskan terjun saja
menyelami jiwamu dan mencuri mutiara itu
Dengan congkak, kubuat prasasti di dasarnya
Hanya ada nama kita berdua!

Tiba-tiba kau berikan kitab tebal padaku
catatan panjang untuk seorang istri
Terpajang potret ibumu di sana
’Jangan khawatir, Sayang,” bisikku

Aku bisa meracik kebersamaan
yang penuh cita rasa
Tiap hari kunyalakan tungku kesetiaan
Menanak makna dan impian hidup kita
Menyuguhi kehangatan kasih yang
tak pernah akan basi
Tak perlu kauminta pun,
aku setia menyulam detik-detik terindah
Menjahit keyakinan agar tak usang
Dan ke dalam jambangan,
kurangkai cinta yang tak layu
oleh musim

Read more...

Memuja Angan

>> 17 Oktober 2009

Hanya karena memujamu
tak pernah cukup,
Kau sandera sajak-sajak cintaku
Ke dalam celah paling gelap yang tersisa
dari segala kuasamu
Tersenyumlah, karena kau merajai hidupku
Seolah undangan Sang Maut tak lebih dari
goresan tinta emasmu

Tolonglah, jantungku hanya satu
Tapi kau rela membelahnya jadi dua
daripada membaringkanku utuh di sisinya
Jika ketamakan telah menang atas cinta,
renggut saja jiwa ini dan bakar hidup-hidup

Read more...

Persembahan Terakhir

>> 16 Oktober 2009

Untuk cinta,
kunyanyikan sebuah lagu
tanpa petikan gitar
tanpa denting piano
Hanya ketangguhan yang menghentak
iringi pesta dansa terakhir
Aku bernyanyi sepanjang malam
menidurkan kerisauan

Berbanggalah!
Putri manjamu akan berduel
mencoba taklukkan kenyataan terburuk
Tak bakal ada pertumpahan darah
Namun, kuminta engkau bersiap
untuk sorak kemenangan
atau tangis kehilangan

Untuk kasihku,
telah kutitipkan bait-bait puisi
pada peri tidurmu
Dia ’kan menentramkanmu
sebab waktuku tak lama
Ketika tirai ungu tersingkap
dan terang menjamah dedaunan
tiba saatnya aku terbang bebas
ucapkan salam perpisahan
pada sangkar emas
Ini bukan saatnya untuk cemas!
Engkau akan bersanding dengan siapa
atau bayangan siapa
Bukankah tak pernah kujanjikan apapun?
Kepulanganku tak bias diramal
dan tiap jengkal yang tertinggal
tak mungkin kulintasi kembali

Read more...

Jerit Fakir

>> 15 Oktober 2009

Terang menggantung di kelopak senja
Terang meninggalkan puing-puing kerinduan
Rindu akan pembaringan
dan selimut hangat
Tapi, di tengah belantara kota
kami dahaga
bermimpi temukan telaga Nabi
Mereguk segelas air yang lebih manis
dari madu

Sebenarnya, kami ingin berlama-lama
menikmati bianglala yang memikat
di antara mendung berkabung
Merangkum bunga-bunga harapan
bersemi dari benih kasih Tuhan
Tapi, di tengah belantara kota
kami tersesat
hingga harus menggadaikan sepenggal hidup
hanya untuk sekepal nasi

Menggubah syair-syair tentang kefakiran
lalu berserakan
bersama debu di sekujur jalan
Menadahkan tangan
demi sepotong belas kasihan
Wahai Pemilik keabadian
tunjukkan kami jalan pulang
sebelum seluruh nafas terrenggut roda zaman

Read more...

Perempuan Yang Kausunting

>> 14 Oktober 2009

Tertulis di atas kaca berembun
Bahasa buaianmu, lelakiku
yang tak lazim lagi melerai murka
Tak melenakan nurani yang terjaga

Akhiri puisimu tentang kesetiaan
Bara yang lama kugenggam
hingga dagingku lepuh
Sekarang, tinggal seonggok arang
tanpa setitik pun nyala berpijar

Tak usahlah merengek-rengek
soal rindu
Kemarin, kusuguhi rindu hangat untukmu
Pagi ini, kaulumat rinduku yang telah jadi
bubur basi

Jenuh kudengar kicauan sumbang
tentang cinta
Di tepian tebing hati yang melapuk
menguar wangi, hembusan nafas cinta
yang terakhir

Pada detik senyumku membatu
satu perayaan usai malam lalu
Kau ucap lantang ikrar suci sehidup semati
pada kasih dalam balutan gaun putih

Read more...

Pusara Cintaku

>> 13 Oktober 2009

Menabur kabung di atas pembaringan
selepas kutangisi senyum itu
Bukan pertama aku diterbangkan cinta
Namun, satu sayap terenggut paksa

Sedikit terhibur kusaksikan bidadari kecil
mengayam bunga rumput di samping pusaramu
Puji-pujian membumbung tinggi
Iringi kekasih terakhir meniti tangga cahaya

Jemari mungil menarik kerudungku
“Di mana ayahku?”
Hampir lidahku membatu
Jika suara itu memuntahkan sendu

Gadis kecil mengguncang tubuhku
“Aku ingin sepandai ayah
Aku ingin sekolah dan ayah mengantarku
Aku ingin juara agar ayah memberi hadiah”

Satu tarikan nafas membuatku tersungkur
Barulah kumengerti, dirinya tak terganti
Bibir lembut mengecup pipiku
“Aku ingin secantik ibu”

Ah, sayang…
Waktu menyihirmu jadi lebah
dan kau harus mengisap madu
dari bunga terpahit

Tetapi, manakala kau jemu bermain
dengan bunga-bunga liar
nantikan awan hitam meruntuh
dan purnama memayungi mimpi indahmu

Bersiaplah meraih bintang paling terang
hanya dengan tanganmu
karena tak bisa ku warisi apapun
kecuali cinta

Keajaiban terbesar bersarang
di bola matanya,
“Apa itu cinta, ibu?”

Duhai…cahaya mataku
Adalah cinta saat ku bertaruh nyawa
mengatarmu ke dunia
Adalah cinta saat kuhangatkan kau
di dadaku
Adalah cinta saat kuuntai namamu
di tiap doa
sebenar-benarnya cinta ketika
kubimbing kau membaca makna hidup

Putri kecil terkulai lemah di pangkuan,
“Apakah ayah juga memberiku cinta?”

Read more...

Putri Piningit

>> 12 Oktober 2009

Mendung dan kabut pekat
kutumpahkan di atas pembaringan
sebagai ganti tak kubeberkan
rahasia hati yang hilang kebebasan

Aku mengutuk angan-angan
berkelebat lincah
seiring denting gelisah
tak berkesudahan

Kata hati minta dituruti
“Ajaklah aku menengok dunia luar”
Imajinasi yang lama terkungkung
Lepas, merambah rimba tak bersurga

Hingga sekujur penantianku berlumut
Tak terdengar jawaban dari Tuhan
atas satu pinta sederhana
“Bebaskan aku dengan kalam-Mu”

Tapi, waktu punya cara tersendiri
Diam-diam mencemooh
“Tak bebas, tapi malah kandas
diapit empat sisi tembok batu”

Read more...

Bawa Mimpiku Ke Bulan

>> 11 Oktober 2009

Batu-batu itu memanggilku
menari bersama riak sungai
Tak enggan mereka bercerita
seperti mengail masa kecil
yang terlupa
Inilah damai yang kudamba
dipangku alam
semesra gelak tawa
sahabat kecilku
Masih terbayang saat kita
bergandeng tangan,
berlari mengejar kupu-kupu
Kuharap kau tak lupa
seratus satu harapanmu
tertulis di atas daun randu
Bunga-bunga ilalang pun mendengar
sumpahmu, “Aku akan terbang,
bawa semua mimpi ke bulan!”


Batu-batu itu terus bercerita
Katanya, kau tak di bulan,
sayang
Bahagia bersama kawan barumu
bidadari jelita
di taman surga
tinggal aku sendiri
menulis satu mimpi
di atas air,
“Aku ingin Tuhan meniupkan
satu jiwa untukmu, lagi…”

Read more...

Beri Judul : 'Untuk Kisah Kita'

>> 10 September 2009

Separuh dirimu t’lah punah
dari lembar diaryku
Menipis dan kian menipis
hingga tak tersisa helaian kosong
‘tuk sekedar goreskan namamu lagi
Karena waktu pun t’lah bosan
membacanya

Usailah sudah
Kisah –tanpa judul- t’lah tamat
Seiring bait terakhir puisi ini
Tanpa pernah bisa kuartikan
bias senyummu
Di akhir episode cerita kita

Read more...

Kisah -Tanpa Judul-

>> 09 September 2009

Sepotong anak panah
T’lah menembus nadiku
Lalu patah
Terkapar kehilangan daya
Tetes darahku pun t’lah mongering
Menyatu dalam tiap kata
Yang kuketikkan untukmu
-di sini dan saat ini-

Read more...

Tuhan Tahu Segalanya

>> 08 September 2009

Tuhan tak butuh saksi mata
Dia mendengar segalanya
Dunia telah teramat bising
Bait-bait kekufuran dilantunkan
dengan bangga
Tuhan melihat segalanya
Orang rakus melahap kepuasan
bahkan di sudut keremangan
Yang lain, kecanduan anggur busuk
Mereka berkata dalam mabuk,
“Ini surga kita”

Sekali waktu Tuhan menggugah
Manusia pun terperangah
Berhala-berhala yang disembah
amblas! Rata dengan tanah
Sekalipun tak ada pengakuan dosa
Dia tahu segalanya

Saat manusia berbondong-bondong
menggapai pintu magfiroh-Nya
Yang lain, tetap meringkuk
membaringkan kecewa
memejamkan prasangka

Read more...

Masih Ingin Bersama

>> 07 September 2009

-Sepuluh menit yang lalu-
Sesal ini masih membekas
meski pelarianku telah terhenti
Setan-setan berkerubung, membisikkan rayuan
Betapa nikmat meregang nyawa
dengan jerat keputusasaan
Terlalu cepat waktu menghujam
penantianku, penantianmu
Haruskah kuakhiri hari ini ?

-Lima menit yang lalu-
Potretmu lekat di sudut kamar
Kenangkan satu kalimat
Buah pikirmu yang lama terabaikan
Tak setara dengan cinta yang pernah menyapa
Lebih…lebih istimewa
Karenamu, aku puas mereguk kasih sayang
Tanpa sedikit pun memberi kesempatan
Pada naluri untuk mengerti
Betapa pelik jalan yang kita telusuri

-Detik ini-
Kudapati mahkotaku kembali bersinar
Kerapuhan berganti ketegaran
Bolehkah aku terus bersama ketulusanmu?
Kita bangun istana yang baru
Jauh…jauh lebih kokoh
Beralaskan kesucian tawakal
Tersangga keagungan pilar-pilar tauhid
Tak lama lagi ‘kan kita rasakan teduh
Dalam naungan mahabbah-Nya

Read more...

Demi Sebuah Nama

>> 06 September 2009

Demi dingin yang menyelimuti fajar
selagi sayup parau kembali bergema
di sudut kamar
Biar langkah-langkah menyeruak
di rerumputan basah
‘Bukankah kita pun terseret zaman,’
bisikku

Demi sebuah nama yang terpahat
di gerbang cinta
ketika birunya kembali memberi jiwa
Relakan hidup berpijak
pada tanah nan lembab ini
‘Lalu berguling di pusaran waktu,’
sahutmu

Read more...

Mencinta Syair

>> 05 September 2009

Pada satu kemilau
yang tersesat di latar kelam
Izinkan sajakku menyatu
bersama angin malam
Saat semilirnya masih menghela
debu-debu rindu

Pada berkas cahaya
yang menggurat nirwana
‘Kan kujeritkan selarik
petikan kalbu
‘Biarlah sukmaku mencinta syair,
tanpa harus menyair cinta’

Read more...

Aku Dalam Riwayatnya

>> 04 September 2009

Lamunanku bersandar di rengkuhan hangatnya
Lamat-lamat dia riuhkan semangat
Memupus ketakberdayaanku memapah
sebongkah keyakinan
“Kucari seuntai benang merah untuk kita”

Dialah yang mengibaskan jiwaku yang kuyup
terguyur rasa cemas kehilangan
Dialah yang memilin hasratku dan hasratnya
hingga tak lekang oleh derap masa

Aku dan dia menggelandang tanpa tubuh
Tak perlu tahu seberapa jauh
menembus lagu sepi yang tak merestui
Tak terduga berapa lama
mempertentangkan angan dan realita

Satu bintang melesat turun
menancapkan rindu di titik letalku
Dia tak kembali malam ini
“Lilin-lilin itu seharusnya kita tiup bersama”

Aku yang lelah mengembara tanpa raga
luluh lantak dalam kubangan jelaga
Tuhan tetaplah teramat bijak
menuliskan namaku sebagai metafora
pengisi jeda dalam riwayatnya

Read more...

Kita Untuk Selamanya

>> 03 September 2009

Hari ini potret kita terbingkai
berlatar kegigihan hati yang tak bertepi
Dan kita riuhkan tawa kemenangan
hingga meredam kecengengan masa kanak
yang meradang

Hari ini menyeruak wangi harapan
gumpalan persenyawaan yang meluruhkan
segala penat dan keraguan
Hingga kita bisa mengulum manisnya
kebersamaan ini selamanya

Esok hari, kita akan menerjang
kepongahan dunia yang datang menghadang
Meniupkan semangat di tiap jiwa
yang nyaris melapuk
Meneteskan makna dan rasa
pada larutan hidup yang terlalu biasa
Menyelaraskan nada-nada pengabdian
untuk kita lantunkan pada semesta

Karena di hadapan kita
tangga cahaya-Nya terhampar megah
Di sanalah jejak kita harus terpateri
Karena di pelupuk mata
gerbang keridaan-Nya terbentang indah
Di sana kelak tertoreh dengan tinta emas
Semua tentang kita, tentang masa berharga ini
Tentang hebatnya persahabatan yang terajut
dalam kenangan istimewa

Read more...

Pada Tuhan, Cinta dan Lelakiku

>> 02 September 2009

Pada Tuhan,
Hanya milik Engkau-lah samudera cinta
yang mahaluas
percikannya mengaliri sepetak hidupku yang gersang
menyuburkan bulir-bulir syukurku pada-Mu
dan bersenyawa dengan getar-getar harapan
“Sandingkanlah aku dan dia dalam mahligai kasih-Mu”

Pada Cinta,
Kau berhembus dari kisi-kisi jendela batinku
Tanpa sempat kusapa, kau telah melesat
dalam labirin nurani yang terkunci
Turut mengerang dengan tangis dan tawaku
Berdetak-detak seirama langkahku mengejar cita
“Lekatkan aku pada jiwa kekasihku”

Pada Lelakiku,
Terima kasih telah menjadi tonggak
Saat tekadku mulai limbung
Mengelus-elus angan dan realita cinta
Hingga keduanya tak saling berlanggaran
“Kuingin merapat dengan gelora di dadamu
Agar tak gamang saat kunikmati lezat mencinta”

Read more...

Pesan Hitam Bidadari Putih

>> 01 September 2009

Hampir kusangka bidadari putih
Jika saja bayang hitamnya
tak berseteru denganku
Dalam malam bulan perak
Perlahan dia julurkan sayap,
memikat lelaki yang kukasihi,
"Betapa ingin aku bersanding denganmu
untuk kukenang bahwa kita telah merenda
asa yang sama,
mencicipi adonan kehidupan
dengan pahit manis yang serupa
Bahkan menetas, terbang dan tersungkur
di atas bumi yang tak berbeda,"

Hangat nafasmu merasuki pori-poriku
meluncur dalam aliran darah yang menggelegak
Hampir saja jemarimu lepuh kugenggam
saat kaubisikkan, "Bolehkah kusanding dia
dalam hitungan detik saja?"
Dalam malam bulan perak
keyakinanku menggelepar kesakitan
terpaksa langkahku surut ke belakang

Setelah menoleh pada riwayat cintaku
yang mungkin akan mati kaku
kujawab pintamu tanpa ragu
"Seharusnya perempuanmu cukup aku,
hanya aku"

Read more...

Inilah Kisah Hidupku

Aku ingin tiap detik dalam hidupku tak menjadi sampah yang terserak sia-sia. Andai aku seorang pelukis, pastilah telah kugoreskan warna-warni kisahku di atas kanvas. Jika aku penyanyi, pastilah kulantunkan nada cinta pada tiap jiwa yang berharga dalam hidupku. Tapi aku hanya blogger. Yang dapat kulakukan hanyalah membagi kisahku melalui tulisan. Apa yang kuharapkan? Entahlah, mungkin tulisanku bisa dibaca, dikenang, direnungkan atau sekedar menjadi pengisi jeda dalam riwayatmu.

Inilah Nicka Yang Kaukenal

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP